Setiap tahun, alokasi subsidi energi dalam APBN menjadi sorotan utama. Anggaran untuk menjaga harga Pertalite, Solar, dan LPG 3kg tetap terjangkau seringkali menjadi salah satu pos belanja terbesar negara. Dalam APBN terbaru, terlihat jelas bahwa pemerintah masih berhati-hati dalam mengelola pos sensitif ini, mencoba menyeimbangkan antara kesehatan fiskal dan stabilitas sosial.
Prioritas Pemerintah: Menjaga Stabilitas Harga
Postur APBN terbaru menunjukkan bahwa prioritas utama pemerintah adalah menjaga stabilitas harga untuk mengendalikan inflasi. Meskipun ada sedikit penyesuaian kuota, alokasi dana subsidi energi APBN secara keseluruhan tetap sangat besar. Kebijakan ini secara efektif menunda risiko gejolak sosial yang bisa terjadi jika harga BBM dinaikkan secara drastis.
Dilema Anggaran Subsidi
Pemerintah menghadapi dilema klasik. Mempertahankan subsidi akan terus membebani APBN dan mengorbankan anggaran untuk sektor lain yang lebih produktif seperti pendidikan dan kesehatan. Namun, mencabutnya akan langsung memukul daya beli masyarakat dan menaikkan biaya logistik, yang pada akhirnya akan mengerek harga semua kebutuhan pokok.
Reformasi Menuju Subsidi Tepat Sasaran
Solusi yang kini dikejar adalah reformasi menuju subsidi tepat sasaran. Program digitalisasi seperti penggunaan aplikasi MyPertamina dan pemadanan data NIK terus didorong. Tujuannya adalah memastikan hanya masyarakat yang berhak yang bisa mengakses energi bersubsidi. Namun, efektivitas implementasi dan pengawasan di lapangan masih menjadi tantangan besar.
Intisari:
- Prioritas APBN: Subsidi energi tetap besar untuk menjaga stabilitas harga dan mengendalikan inflasi.
- Dilema Fiskal: Terjebak antara menjaga daya beli masyarakat dan menyelamatkan APBN untuk belanja produktif.
- Solusi Digital: Kebijakan bergeser menuju subsidi tepat sasaran melalui aplikasi MyPertamina dan data NIK.
- Implikasi: Stabilitas jangka pendek diutamakan, namun reformasi struktural untuk transisi energi masih berjalan lambat.

